Thursday, January 30, 2014

Make Today a Masterpiece

Helloo chocotalker,

Apa kabarr.. Wihh udah lama juga yah gue ngga nulis di sini.. Seperti biasa gue selalu kangen nulis di sini, tapi seperti biasa juga, gue harus berkejaran dengan deadline kerjaan di kantor. Jadi gue baru sempat posting lagi, deh :(

Tapi syukurlah! Sekarang kontributor tetap Daily Choco Talk udah bertambah. Kalau chocotalker udah baca posting-posting terakhir sebelum ini, itu di-post oleh salah 1 kontributor tetap yang baru hehehe..

Sekedar untuk informasi chocotalker, Daily Choco Talk ini masih dalam tahap pengembangan, ya dari segi konten, perumusan visi & misi, juga teknis lain seperti tampilan, dsb. Jadi mohon maklum ya kalau blog ini belum sempurna, tapi kita tetap lakukan yang terbaik dengan apa yang ada saat ini.

Dulu-dulu, gue enggan ngejalanin sesuatu yang belum perfect atau matang dalam konsep, perencanaan ditel, dan gimana-gimana ke depannya. Mungkin karena karakter dominan gue adalah melankoli plegmatik. Sisi melankoli gue pengennya semua harus perfect, sementara sisi plegmatik gue bawaannya menunda-nunda sampai semua perencanaan benar-benar matang. Ini memang jebakan batman kombinasi melan-pleg seperti gue, sih. Tapi dalam prosesnya, gue juga belajar kalau perfection is a process, jadi kita bisa segera memulai sesuatu walau masih kurang di sana-sini, dan terus menyempurnakannya seiring waktu! Paradigma baru ini, gue belajar dari seorang penulis yang cukup produktif. Dan paradigma itu jugalah yang gue terapkan untuk blog ini.

Nah chocotalker, nggak kerasa, sekarang udah mau akhir Januari. Padahal, rasanya baru aja kita rayain tahun baru 2014. Dan besok udah tahun baru Imlek, dan lusa udah memasuki bulan ke-2 tahun ini! Cepet banget ya jalannya waktu!

Chocotalker punya resolusi apa untuk tahun ini? Mungkin chocotalker punya beberapa impian yang ingin dicapai di tahun ini. Nah, gue cuma pengen ingetin aja, sambil ngingetin diri sendiri juga siy, kalau perwujudan impian yang besar sekalipun, dimulai dari rutinitas harian kita, lho!

Chocotalker pasti masih inget istilah 'Carpe Diem'. Itu adalah istilah Latin yang dalam bahasa Inggris disebut 'Seize the Day'. Ungkapan sederhana Indonesianya, manfaatkan waktu sebaik-baiknya. Isi waktu kita dengan hal-hal yang bermakna. Pokoknya jangan sia-siakan waktu dan membiarkannya terbuang begitu aja ya chocotalker. Jangan nunda-nunda untuk take action! Tindakan apa pun itu yang harus diambil untuk memulai sesuatu yang akan mendekatkan kita pada impian kita, lakukan sekarang!

Kalau hari ini kita menunda, besok kita juga akan menunda, dan tiba-tiba tahun sudah berakhir dan semuanya masih tertunda. Tapi kalau hari ini kita ambil 1 atau beberapa langkah - sekalipun itu hanya tiny little steps - lalu besok kita lakukan hal yang sama lagi, dan besoknya lagi sampai seterusnya.. nggak kerasa, kita udah ngebangun impian kita dengan meletakkan satu demi satu batu bata setiap harinya.

Kalau malam ini chocotalker pergi tidur, coba chocotalker inget-inget, udah ngapain aja hari ini.. apakah chocotalker udah mengisi waktu sebaik-baiknya, entah itu mengerjakan sesuatu yang berarti, atau sekedar menikmati kebersamaan dengan orang-orang tersayang, melimpahi mereka dengan perhatian dan kasih sayang.. Apakah masih ada keputusan-keputusan yang chocotalker belum ambil karena dibebani banyak pertimbangan yang membuat chocotalker galau.. Coba chocotalker pertimbangkan dengan bijaksana, atau diskusikan dengan orang-orang yang terlibat juga di dalamnya.. Chocotalker juga boleh share-share cerita chocotalker lewat komen di bawah, lho!

Yuk kita tutup hari dengan bersyukur dan berserah kepada Sang Pencipta, dan saat bangun di pagi hari, yuk kita sama-sama ingat untuk menjadikan hari ini sebuah mahakarya, dengan mengisi hari ini sebaik-baiknya!




Happy Lunar New Year!


Monday, January 27, 2014

Tulang Rusuk yang Patah

want to share encouraging article ya...


Seorang wanita menanyakan kepada kekasihnya; Yang paling kamu cintai di dunia ini siapa?

Kamu dong!!! balas sang kekasih dengan cepat.

Menurut kamu, aku ini siapa?

Setelah berpikir sejenak kekasihnya menjawab sambil menatap mata dengan lembut, Kamu tulang rusukku.

Ketika Tuhan melihat Adam kesepian, dengan diam-diam pada saat Adam tertidur dengan pulas, Dia mengambil tulang rusuk Adam dan diciptakan Hawa. Saat ini semua pria mencari tulang rusuknya yang hilang dan saat menemukan wanita untuknya, dia tidak lagi merasakan sakit hati...

Setelah menikah, pasangan itu mengalami masa yang indah dan manis untuk sesaat. Setelah itu, pasangan muda ini mulai tenggelam dalam kesibukan masing-masing dan kepenatan hidup yang ada. Hidup mereka menjadi membosankan. Kenyataan hidup yang kejam membuat merekan mulai menyisihkan impian dan cinta satu sama lain.

Mereka mulai bertengkar...dan pertengkaran itu mulai menjadi semakin panas.
Sampai pada suatu hari akhir dari sebuah pertengkaran, wanitanya lari keluar rumah.

Saat tiba di seberang jalan, dia berteriak, Kamu tidak mencintai ku lagi!

Pria itu sangat membenci dengan ketidak-dewasaaan yang ditunjukan wanitanya dan dengan spontan membalasnya, Aku menyesal kita menikah! Ternyata, kamu bukan tulang rusukku!!!

Terdiam dan berdiri terpaku wanita itu mendengar kekasihnya mengucapkan kata-kata seperti itu. Kekasihnya sadar dan menyesal dengan apa yang sudah diucapkannya, tetapi seperti air yang sudah tumpah dan tidak mungkin diambil kembali.

Dengan berlinang air mata, wanita tersebut kembali ke rumah dan mengambil barang-barangnya, bertekad untuk berpisah.
Kalau aku bukan tulung rusukmu, biarkan aku pergi

Lima tahun berlalu...

Pria itu tidak menikah lagi, tetapi berusaha tahu akan kehidupan wanitanya. Wanita itu pernah keluar negeri tetapi sudah kembali lagi. Dia pernah menikah dengan seorang asing dan kemudian bercerai. Pria itu kecewa karena wanita itu tidak menunggunya kembali.

Dan di tengah malam yang sunyi dia meminum kopinya dan merasakan sakit di hatinya. Tetapi dia tidak sanggup mengakui bahwa dia merindukannya.

Suatu hari mereka akhirnya bertemu di airport, tempat dimana banyak terjadi pertemuan dan perpisahan. Mereka dipisahkan hanya oleh sebuah dinding pembatas.

Apa kabar mu?

Baik...apakah kamu sudah menemukan tulang rusukmu yang hilang?

Belum..

Aku terbang ke New York dengan penerbangan berikutnya

Aku akan kembali 2 minggu lagi. Telpon aku kalo kamu sempat. Kamu tahu nomor telpon kita, tidak ada yang berubah

Wanita itu tersenyum manis, lalu berlalu.

Bye...

Seminggu kemudian dia mendengar bahwa wanitanya adalah salah satu korban Menara WTC. Malam itu...sekali lagi pria itu mereguk kopinya...dan kembali merasakan sakit di hatinya. Akhirnya dia sadar bahwa sakit itu adalah karena wanitanya, tulang rusuknya sendiri yang telah dengan bodohnya dia patahkan.

Kita melampiaskan 99% kemarahan justru kepada orang yang paling kita cintai. Dan akibatnya seringkali adalah fatal. Mari kita mulai memberikan respon yang benar sesulit apapun keadaan yang harus kita lalui. Tuhan tidak akan memberikan cobaan di luar batas kemampuan kita. Mari kita berusaha lebih lagi mengendalikan emosi dan menebarkan kasih bagi komunitas kita.

*Image courtesy of: http://www.iwishiknewthis.com
 

Tuesday, January 21, 2014

Lilin


Ada perumpamaan mengenai lilin yang menjadi penerang di kala gelap dan betapa lilin berkorban untuk meleleh terbakar demi memberikan sinarnya sebagai penerang bagi mereka yang berada dalam gelap. Kita mungkin sudah terbiasa dengan perumpamaan itu dan mungkin juga perumpamaan ini sudah menjadi klise jika dibahas secara detail. Inti perumpamaan itu adalah dibutuhkan pengorbanan tanpa syarat jika kita ingin memberkati komunitas kita.

Namun ada suatu hal yang tersirat dalam perumpamaan lilin ini. Lilin menjadi berharga dalam gelap karena lilin tersebut bersinar dalam jangka waktu yang terbatas. Jika lilin dapat bersinar tanpa dibatasi jangka waktu, maka sinar terang lilin tersebut tidak lagi berharga. Justru karena dibatasi oleh jangka waktu, lilin menjadi berharga dan memberi arti bagi sekitarnya. Kita sering diajarkan untuk mengikuti teladan lilin yang rela berkorban memberikan seluruh keberadaan dirinya untuk memberkati komunitas, namun adakah kita benar-benar seperti lilin itu?

Lilin tetap berusaha untuk bersinar maksimal walau sinarnya itu terbatas oleh jangka waktu dan lilin itu akan hilang lenyap saat jangka waktunya telah habis. Lilin tetap berusaha untuk bersinar walau sinarnya kadang bergoyang-goyang saat diterpa hembusan angin yang ingin memadamkannya. Aplikasinya terhadap hidup kita adalah kita pun harus berusaha untuk bersinar maksimal walau usia kita terbatas dan seringkali kita diterpa oleh badai hidup yang mencoba untuk membuat kita menyerah. Kita harus tetap berusaha memberkati komunitas kita dengan apapun yang kita miliki saat ini walaupun kelak tidak ada satu manusia pun yang menghargai ataupun mengenang kita saat jangka waktu kita telah habis di dunia ini.

Mungkin secara sisi manusia, kita ingin berontak dan berhenti menunaikan tugas sebagai lilin Kristus. Mungkin saat menghadapi hembusan angin dan badai hidup, kita ingin menyerah padam dan mengikuti arus dunia. Mungkin kita merasa tertolak dan mulai ingin kompromi dengan nilai-nilai yang bertentangan dengan ajaran Kristus supaya kita boleh diterima komunitas dan merasa sedikit berharga. Jangan menyerah sebab Tuhan selalu menyertai kita saat apapun juga. Tuhan tidak perlu memberitahukan kita tentang keberadaanNya ataupun tentang campur tanganNya dalam setiap tantangan hidup kita. Yang kita perlu lakukan adalah kepercayaan mutlak dan penyerahan total pada Tuhan Allah kita. Tetaplah bersinar walaupun kecil cahaya sinar kita, karena jika waktu kita sudah habis kelak, kita pasti akan menuai bahagia bersama Dia yang sangat mengasihi kita. Tetaplah bersinar dengan maksimal dalam masa hidup kita yang terbatas karena kita tidak akan pernah tahu hidup siapa saja yang diberkati dan diubahkan oleh cahaya kehidupan kita ini.

Tuhan berkati.

*Image courtesy of: http://footage.shutterstock.com

Monday, January 13, 2014

Tanaman Hias di Mall



Hanya bernaung di label harga lima ribu rupiah saja. Tidak terlihat mewah, hanya sebuah tanaman kaktus mini dengan duri secukupnya. Mini kaktus ini terletak manis di etalase toko ini. Aku ingin membelinya namun aku tidak yakin dapat memeliharanya. Melihat mini kaktus itu membuatku teringat akan beberapa orang yang cukup unik namun sangat berharga dan salah satunya adalah dia.

Tidak semarak bila dibandingkan dengan barang-barang lainnya yang dipajang di etalase mall namun keunikannya terpancar dari kesederhanaannya yang bersahaja. Demikian pula dengan tokoh artikel ini, tidak tergolong rupawan namun keberadaannya bagaikan garam dalam sepanci sup. Tidak terlalu diperhatikan keadaannya, namun sangat berpengaruh bila ketiadaan menyelubunginya.

Di kantor ini dia kerap kali menampung curahan amarah dari atasan. Ada saja yang menjadi topik pelampiasan emosi dari atasannya, walau bila kita cermati dia sudah berusaha memberikan yang terbaik dari dirinya yang penuh keterbatasan. Usianya sudah tergolong cukup senior, namun keadaanlah yang memaksanya untuk tetap bertahan di kantor yang kurang manusiawi ini.

Mengantar dan mengambil barang-barang berat namun dia tidak boleh mengklaim biaya kuli angkut sedikitpun. Sering mendapat cacian karena dia terjebak kemacetan ibukota, entah menggunakan perhitungan darimana, namun dia harus berkeliling Jakarta dalam waktu satu hari dan semua tugas-tugas harus selesai tanpa ada cacat sedikitpun. Bila terjadi kesalahan, maka kalimat-kalimat yang pedas akan menjadi konsumsi dirinya padahal aku meragukan apakah atasannya mengetahui orang ini belum makan seharian demi memenuhi semua tuntutan tugas yang sedikit kurang masuk logika. Jam kerjanya pun tidak seperti jam kerja pegawai pada umumnya, dia dapat pulang tepat waktu namun bila atasan berkehendak maka tengah malam pun dia masih berkutat mengurusi pekerjaannya.

Tokoh cerita artikel ini cukup sabar dan hanya dapat berdoa sambil tersenyum menghadapi segala tantangan hidup ini. Dia tidak dapat berhenti kerja karena hanya dia satu-satunya yang bekerja sementara istrinya sering masuk rumah sakit dan mereka tidak memiliki seorang anakpun.

Saat aku melakukan wawancara mengenai kehidupan dan karirnya, tokoh ini hanya dapat berkata lirih, “Semua ada waktunya, aku hanya dapat berusaha bertahan hidup. Aku percaya Tuhan tidak selamanya membiarkan umatNya ditindas. Jika ada kesempatan, aku ingin keluar dari kantor ini, punya usaha sendiri tanpa harus menikmati omelan dari orang seperti nyonya besar. Aku harus dapat bertahan disini walau ada beberapa orang yang sangat ingin membuatku mengundurkan diri dari kantor ini.”

Ucapan sederhana yang cukup menemplak hati dan kesadaranku.

Sudahkah aku sabar seperti itu?
Setiap menghadapi tantangan dari rekan kerja yang menyebalkan, aku hanya dapat bekerja sambil mengeluh. Setiap diharuskan melepaskan waktu personal demi mengerjakan lembur, aku hanya dapat bekerja sambil menahan marah. Aku tidak mengerjakan semuanya itu dengan kasih, tidak dengan maksimal, apalagi dengan tersenyum seperti orang ini.

Sudahkah aku berserah pada Tuhan seperti orang ini?
Saat aku mengetahui ada yang mendapat promosi dan kenaikan gaji yang di luar logika, aku hanya dapat meradang dan berpikir keras atas ketidak adilan ini. Aku tidak mengoptimalkan kinerjaku, malah aku merasakan kemalasan semakin menjalari diri ini.

Sudahkah aku menjadi pembawa damai bagi komunitasku?
Saat aku melihat ketidak adilan menimpa tokoh cerita artikel ini, dalam hati aku sangat tidak terima, namun dia malah menenangkan diriku sambil mengingatkan akan keadilan Tuhan. Ketidak adilan demi ketidak adilan terus menimpa tokoh cerita artikel ini, namun dia tidak berontak sedikitpun. Bila aku menjadi dirinya, mungkin aku sudah mengundurkan diri dan mencari mata pencaharian yang baru.

Ya, aku banyak belajar dari tokoh ini. Melalui kesederhanaannya dalam menikmati segala penderitaan hidup, aku belajar untuk senantiasa mengucap syukur dan tekun berusaha. Dan bila aku tidak dapat bertumbuh ataupun membuahkan karya di tempat ini, maka aku akan berkelana ke tempat dimana aku dapat diterima sebagai bagian dari komunitas dan memberkati komunitas tersebut dengan keberadaan diri ini. Aku berjanji akan senantiasa mengendalikan emosi dan perasaan agar kelak aku pun dapat memberi teladan bagi orang lain, sama seperti tanaman hias di mall yang senantiasa tampil segar walau dilingkupi udara AC yang dingin.

*Image courtesy of: http://www.yunphoto.net

Saturday, January 11, 2014

Sharing: Cara Lama


Hello.. Chocotalker! Selamat tahun baru 2014!

Saya sudah sering kali mengalami gangguan nyeri kepala sebelah kiri. Biasalah, orang nyebutnya migrain, biar kesannya keren. Sama saja seperti bilang insomnia cuma gara-gara mata melek tengah malam. (Eh, sebetulnya gejala ngga bisa tidur selalu bisa dikatakan insomnia ngga sih, Dok?)

Nah, saat migrain di kepala ini masih sering kambuh, saya sudah coba mengatasinya dengan beberapa cara. Minum obat sakit kepala rekomendasi dokter, sudah. Iya, rekomendasi dokter yang dijual tanpa resep. (Ngga enak nyebut merek, dong. Ngga dibayar :p) Hasilnya? Ampuh, kalau memang faktor pencetus bukan dari penyakit lain seperti mag, misalnya. Iya. Kalau mag tentu pencernaannya dulu yang harus ditangani.

Lalu takut terlalu banyak konsumsi obat, akhirnya saya coba minyak angin atau balsem dengan aroma menyegarkan. Hasilnya ok. Membantu juga, meski kadang lambat, dan baunya makin pilih-pilih. Korban iklan minyak angin dengan parfum!

Nah, sebetulnya ada 1 cara yang dulunya pernah saya lakukan. Murah meriah, dan setelahnya menyenangkan. Apa itu? Mensugesti pikiran. Bahasa rohaninya *tsaah* dengan iman. Iya. Iman dengan tindakan mensugesti. Nah, masalahnya saya baru ingat kembali cara itu kira-kira dalam sebulan inilah. Yaitu waktu sudah bosan sekali dengan penyakit ini.

Hihi... Di sini ada pilihan, antara menyesali keterlambatan mengingat kembali, dan senang seperti menemukan  kembali dirham yang hilang. Ogah pusing-pusing, saya pilih yang kedua saja. Dan puji Tuhan, dengan kehendak Tuhan langkah saya mengusir rasa tidak menyenangkan itu berhasil. Haleluya! Dan sesudah itu, dengan sendirinya saya memperhatikan kondisi supaya migrain tidak datang lagi.

Jadi saudara-saudari chocotalker, ketika kita fokus pada pertolongan Tuhan, kita memandang harapan dengan kemungkinan positif. Sementara jika kita fokus pada masalah, sering tanpa kita sadari kita memandang harapan dengan kemungkinan negatif. Demikian. *khotbah mode: On*

Dan karena besok hari minggu, saya mau kasih oleh-oleh buat chocotalker yang besok kebaktian minggu.
"... Sebab Aku (Yesus) berkata kepadamu: Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu." (Matius 17:20)
*Image courtesy of http://www.health.com